Jumat, 25 Desember 2015

ORGANISASI PEMBELAJARAN

Pendahuluan
Konsep Learning Organization muncul sejak akhir tahun 1980-an dan baru benar- benar dikenal secara luas setelah Peter Senge pada tahun 1990 mengeluarkan buku The Fifth Discipline. The Art and The Practice of Learning Organization. Kreitner (2006) menggaris bawahi pengertian Senge yang menggambarkan Learning Organization“is one that proactively creates, acquires and transfers knowledge and that changes its behavior on the basis of new knowledge that changes its behavior on the basis of new knowledge and insight”
Setidaknya ada tiga hal yang ingin di kemukakan oleh Senge dari catatan Kreitner tersebut.  Pertama,  sebuah  organisasi  yang  menerapkan  Learning  Organization  selalu  memasok organisasinya  dengan ide-ide baru dan informasi baru. Yang bersumber dari lingkungan sekitarnya, pengembangan pegawai dan sumber lain yang relevan.  Kedua, pengetahuan mengenai ide dan informasi baru tersebut hendaknya dapat ditransfer ke seluruh elemen dalam organisasi. Ketiga, perilaku organisasi hendaknya berubah sebagai akibat dari pengetahuan baru yang diterima.
Peter Senge, dalam karya besarnya: The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, and The Fifth Discipline Fieldbook: Strategies and Tools for Building a Learning Organization, menggambarkan lima disiplin ilmu yang harus dikuasai ketika memperkenalkan pembelajaran menjadi sebuah organisasi, yakni Systems Thinking, Personal Mastery,  Mental Models, Membangun Visi Bersama, dan Team Belajar (2006 : 10-13).
Ringkasnya, sebuah organisasi pembelajar tidak jauh dengan pola pikir bahwa hanya manajemen senior yang dapat dan melakukan semua pemikiran untuk seluruh perusahaan. Organisasi belajar menantang semua karyawan/pegawai untuk memanfaatkan sumber daya batin dan potensi mereka, dengan harapan bahwa mereka dapat membangun komunitas mereka sendiri berdasarkan prinsip kebebasan, kemanusiaan, dan keinginan kolektif untuk belajar.
Hal pertama yang dibutuhkan untuk menciptakan sebuah organisasi belajar adalah kepemimpinan yang efektif, yang tidak didasarkan pada hirarki tradisional, melainkan, adalah campuran dari orang yang berbeda dari semua tingkat sistem, yang memimpin dengan cara yang berbeda (Senge, 2006). Kedua, harus ada kesadaran bahwa kita semua memiliki kekuatan inheren untuk mencari solusi untuk masalah kita dihadapkan dengan, dan bahwa kita dapat dan akan membayangkan masa depan dan terus maju untuk menciptakannya. Gephart dan rekan menunjukkan bahwa Organisasi Belajar, "adalah budaya yang melekat yang memegang sebuah organisasi bersama-sama," budaya organisasi belajar didasarkan pada keterbukaan dan kepercayaan, di mana karyawan didukung dan dihargai untuk belajar dan berinovasi, dan satu yang mempromosikan eksperimen, mengambil risiko, dan menghargai kesejahteraan seluruh karyawan (Gephart, 2006 : 39).
Menciptakan budaya dan lingkungan yang akan bertindak sebagai dasar untuk organisasi belajar dimulai dengan "pergeseran pikiran - dari melihat diri sebagai yang terpisah dari dunia untuk terhubung ke dunia" (Senge, 2006 : 37); melihat diri sebagai komponen integral di tempat kerja, bukan sebagai roda terpisah dan tidak penting dalam roda. Akhirnya, salah satu tantangan terbesar yang harus diatasi dalam setiap organisasi adalah untuk mengidentifikasi dan rincian alasan cara orang membela diri. Sampai saat itu, perubahan tidak pernah bisa apa saja tapi fase sementara (Argyris, 2008: 06). Setiap orang harus belajar bahwa langkah-langkah mereka gunakan untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah dapat menjadi sumber masalah tambahan bagi organisasi  (Argyris, 2008: 100).

Pengertian
Pedlar, Boydell and Burgoyne (2005: 33) merumuskan Learning Organization sebagai “An  organization  which  facilitates  the  learning  of  all  its  members  and  continuously transforms itself”. Namun pengertian ini bukanlah satu-satunya pengertian yang ada. Masih banyak pengertian  lain  yang  tergantung  dari  bagaimana  organisasi  yang  melakukan  adaptasi terhadap konsep Learning Organization (Maroga, 2006: 22).
Ortenblad (2002: 5) merumuskan Learning Organization sebagai “Organization where individuals learn as agents for the organization and the knowledge is stored in the organisation memory”.
Mayo and Lank (2005: 4) merumuskan Learning Organization sebagai “a Learning Organization harnesses the full brain power, knowledge and experience available to it, in order to evolve continually for the benefit of all its stakeholders”.
Peter Senge dalam terjemahan (2006: 21) mengartikan Learning Organization dalam bahasa Indonesia dapat diartikan Organisasi Pembelajar dimana individu-individu didalamnya secara terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk menghasilkan   sesuatu yang diinginkan. Organisasi dimana pola berfikir yang baru dan luas dipelajari. Organisasi dimana aspirasi kelompok dibebaskan. Dan organisasi dimana individu didalamnya   mempelajari bagaimana belajar bersama.
Menurut penulis, Learning Organization adalah sebuah organisasi yang menciptakan  suasana penunjang dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya  bagi  individu  di dalamnya untuk belajar secara  individu dan berkelompok kemudian mengaplikasikan   hasil  belajarnya  kedalam  proses  maupun  kegiatan  organisasi.  Jadi kegiatan belajar ini tidak berhenti pada sistem maupun mekanisme bagaimana belajar saja. Namun, bagaimana mengaplikasikannya sehingga dapat berguna bagi organisasi. Sumber belajar itu sendiri dapat dari manapun, dari intern maupun ekstern.

Komponen dan Ruang Lingkup Learning Organization (LO)
Mengidentifikasi ruang lingkup learning organization dapat dipahami dari pendapat Peter Senge (2006: 3-4) yang menjelaskan tentang pemaknaan Learning Organizations (LO) sebagai berikut:
…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together. The basic rationale for such organizations is that in situations of rapid change only those that are flexible, adaptive and productive will excel. For this to happen, it is argued, organizations need to ‘discover how to tap people’s commitment and capacity to learn at all levels’.
Learning Organization meliputi adanya perkembangan yang berkelanjutan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada dan mampu menciptakan tujuan dan/atau pendekatan yang baru. Pembelajaran ini harus menyatu pada cara organisasi menjalankan kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini berarti:
  1. Bagian dari kegiatan kerja sehari-hari.
  2. Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan.
  3. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya.
  4. Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi
  5. Digerakkan oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang signifikan dan mengerjakan dengan lebih baik.
Sumber-sumber pengetahuan dan pembelajaran ini bisa berasal dari gagasan dan pendapat para karyawan, research & development (R&D), masukan dari para pelanggan, saling tukar/bagi pengalaman dan benchmarking (perbandingan). Learning Oganization mencakup banyak hal, terutama pada individu dalam organisasi misalnya, karyawan/pegawai dalam perusahaan, termasuk lembaga pendidikan seperti madrasah. Keberhasilan karyawan/pegawai sangat tergantung pada diperolehnya kesempatan untuk mempelajari dan mempraktekkan hal dan keahlian yang baru. Perusahaan berinvestasi pada pendidikan, pelatihan dan berbagai kesempatan lain yang diberikan pada para karyawannya untuk tumbuh dan berkembang. Kesempatan tersebut dapat berupa rotasi pekerjaan, kenaikan gaji pada karyawan yang berprestasi dan/atau terlatih. On-the-job trainingmerupakan suatu cara yang efektif untuk melatih dan menarik garis hubungan yang lebih baik antara kepentingan dan prioritas perusahaan. Program pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan pada teknologi tingkat lanjut seperti pelatihan berbasis pada komputer dan internet dan saluran udara via satelit.
Learning Organization pun mencangkup kedalam hal-hal berikut ini :
  1. Learning Culture – terciptanya iklim organisasi yang menghasilkan suasana pembelajar yang kental. Karakteristik ini dekat dengan adanya inovasi. 
  2. Processes – adalah proses yang mendorong adanya interaksi di luar batas organisasi tersebut, ada infrastruktur, proses pengembangan, dan
  3. Tools and Techniques – metode-metode yang dapat digunakan bagi seorang individu dan kelompok, seperti kreativitas dan teknik pemecahan masalah.
  4. Skills and Motivation – untuk belajar dan beradaptasi.
(ml.scribd.com/.../2b-Learning-Organization).
Dengan demikian pembelajaran bukan sekedar peningkatan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Namun juga, peningkatan lingkungan kerja yang lebih tanggap terhadap situasi, adaptif, inovatif dan efisien yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja dan semakin memperkuat posisi organisasi.

Prinsip-prinsip Learning Organization
Organisasi Pembelajar didasarkan atas beberapa ide dan prinsip yang integral kedalam struktur organisasi. Peter Senge (2006: 21) dalam hal ini menyebutkan bahwa inti dari Organisasi Pembelajar adalah Kelima Disiplin (The Fifth Discipline), kelima disiplin itu adalah:
  1. Keahlian Pribadi (Personal Mastery);
Disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota organisasi kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya.
  1. Model Mental (Mental Models);
Organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
  1. Visi Bersama (Shared Vision);
Oganisasi pembelajaran membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual yang dibutuhkan untuk membangun disiplin berbagi visi. Artinya, untuk menumbuhkan komitmen dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama.
  1. Pembelajaran Tim (Team Learning);
Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
  1. Berpikir Sistem (System Thinking);
Disiplin berpikir sistemik, yaitu keterampilan untuk memahami stuktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin belajar sistemik.
Sementara itu Michael J. Marquardt (2003: 12) menambahkan satu disiplin lagi yaitu dialog (dialogue). Hampir sama dengan Marquardt, Douglas Guthrie menambahkan dan menyempurnakan apa yang sudah di sampaikan oleh Peter Senge, penambahan dan penyempurnaan itu adalah :
  1. Pembelajaran Tim dan Pembelajaran Umum (Public and Team Learning)
  2. Bertindak dengan penuh makna dan kemungkinan (Acting in High Level of Ambiguity)
  3. Dialog secara umum (Dialogue Generatively)
  4. Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing the Organization as an Integrated Whole)
 Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat diuraikan sebagai berikut : Pertama, Penguasaan pribadi (Personal Mastery)adalah suatu budaya dan norma lembaga yang terdapat dalam organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan pribadi merupakan suatu disiplin yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara obyektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil yang paling kita inginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya mengembangkan diri mereka sendiri kearah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih. Tjakraatmadja (2006: 153) menegaskan bahwa personal mastery adalah disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang master di bidang ilmuanya. Disiplin ini terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual dari para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kekurangan kompetensi intelektual, emosional maupun social dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya.
Kedua, Model/pola Mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang mendasar dari Organisasi Pembelajar, karena dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan merefleksikan struktur dan arahan (perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar selain organisasinya. Senge (2006) menyebutkan bahwa model mental adalah suatu aktivitas perenungan, terus menerus mengklarifikasikan, dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita.  Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Tjakratmadja (2006: 154) menambahkan bahwa keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision) adalah suatu gambaran umum dari organisasi dan tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi bersama organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan membuat gambaran-gambaran bersama tentang masa depan yang coba diciptakan, dan prinsip-prinsip serta praktek-praktek penuntun yang melaluinya kita harapkan untuk bisa mencapai masa depan. Bagi Tjakraatmadja (2006: 154), Shared Vision adalah visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumuhkan motivasi kepada karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Tanpa ada visi bersama, proses pembelajaran organisasional hanya akan terjadi pada saat organisasi mengalami krisis. Setelah krisis selesai mereka akan kembali berhenti dan kembali kepada kebiasaan-kebiasaan lamanya.
Keempat, Belajar Tim dan Belajar Umum (Public and Team Learning). adalah suatu keahlian percakapan dan keahlian berpikir kolektif, sehingga kelompok-kelompok manusia secara dapat diandalkan bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besar dari pada jumlah bakat para anggotanya. Public learning sendiri mengarah pada prinsip-prinsip melalui individu-individu yang didorong untuk belajar secara terbuka dan menggali apa yang tidak mereka ketahui sekarang. Menurut Tjakraatmadja (2006: 155), disiplin pembelajaran tim (team learning) akan efektif jika anggota organisasi tersebut memiliki rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama.
Kelima, Pemikiran Sistem (Systems Thinking) adalah suatu kerangka kerja konseptual. Yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip- prinsip Organisasi Pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin Organisasi Pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin- displin itu kedalam tindakan (kegiatan) organsasi yang lebih luas. Disiplin ini membantu kita melihat bagaimana kita mengubah sistem-sistem secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan proses-proses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi. Berpikir sistem ini pengertiannya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Guthrie tentang Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing organization as integrated whole). Bagi Tjakraatmadja (2006: 155), keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksisitensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin belajar sistemik (Systems Thinking).
Keenam, Bertindak dengan penuh makna (Acting in High Level of Ambiguity) berarti bahwa dalam Organisasi Pembelajar, setiap individu didorong untuk dapat memanfaatkan seluruh kemampuan dan kecerdasannya untuk menyikapi tantangan yang seringkali rumit dan penuh kemungkinan (ambiguitas). Individu yang mampu menerapkan prinsip ini mampu beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya yang baru sekalipun. Modal utama untuk dapat menerapkan prinsip ini adalah memanfaatkan pengetahuan dan seluruh potensinya tersebut.
Jika pada masa manajemen berdasarkan ilmu pengetahuan dan keuangan, akan menghasilkan budaya ketelitian dalam organisasi, maka saat manajemen didasarkan pada perancangan dan pembelajaran, harus melahirkan budaya yang menyenangkan dalam berbagai bidang kemungkinan. Komitmen dari suatu lembaga dan budaya terhadap prinsip ini merupakan bagian penting dari Organisasi Pembelajar, karena ini adalah kesatuan untuk menerima fakta bahwa masa mendatang dan struktur organisasi itu sendiri adalah tetap akan terus berubah.  Pihak manajemen dan para pegawai harus merasa senang untuk bertindak dalam berbagai kemungkinan yang sulit.
Ketujuh, Dialog (Dialogue Generatively) adalah suatu bagian yang fundamental dari Organisasi Pembelajar. Dalam arti yang sederhana, dialog adalah komunikasi. Ini adalah gabungan dari berbagai interaksi dalam organisasi. Melalui dialog, setiap individu dengan interaktif menggali dan menyelesaikan satu atau seluruh aspek tindakan yang ada dalam organisasi, bagaimana mereka menerima sistem dan struktur dari organisasi, apa visi organisasi mereka. Dialog merupakan bagian yang penting dari Public Learning. Hanya dengan dialog, individu dapat menggali dengan interaktif berbagai isu yang ada dalam organisasi. Poin penting dari dialog adalah tidak hanya untuk memahami apa yang terjadi dalam organisasi, bagaimana individu mendapatkan pengalaman struktur dan proses dalam organisasi, tapi juga untuk mengarahkan model-model baru, keterbukaan baru, dan tujuan baru untuk mendapatkan tindakan yang lebih efektif dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam.
Kedelapan, Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing the Organization as an Integrated Whole). Inilah gambaran organisasi sebagai suatu gabungan dari individu-individu yang ada dalam organisasi. Pertama, organisasi harus dilihat sebagai satu kesatuan dari seluruh komponen yang ada dalam organisasi. Melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis adalah sesuatu yang penting untuk memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi bergerak. Tindakan para manager akan berdampak pada budaya organisasi, begitu juga tindakan dari beberapa departemen atau bidang dalam organisasi, akan berdampak pada keseluruhan sistem yang ada pada organisasi. Oleh karena itu, melihat organisasi sebagai satu keseluruhan yang tak terpisahkan merupakan langkah penting untuk memahami organisasi.  Kedua, organisasi harus dilihat sebagai sebuah sistem sosial dunia yang dibangun, di mana proses dan keluaran merupakan hasil dari faktor jaring sosial yang semuanya bergabung dalam jalan yang membingungkan dan ambigu. Jika sebuah organisasi ingin mengetahui usaha yang dapat berpengaruh terhadap keluaran, maka perlu adanya pendekatan yang beragam (multivariative approach) untuk masalah yang dihadapi dan menerima fakta dari beberapa variabel (komponen) yang berpengaruh walaupun mungkin tidak diperhitungkan sama sekali.

Karakteristik Learning Organization
Sebuah organisasi dikatakan telah melaksanakan konsep learning organization apabila organisasi tersebut memenuhi di antara kriteria-kriteria sebagai berikut:
  1. Ada visi bersama yang semua orang menyetujuinya.
  2. Membuang cara lama berpikir mereka dan rutinitas standar yang mereka gunakan untuk memecahkan masalah atau mengerjakan pekerjaan mereka.
  3. Anggota memikirkan semua proses organisasi, kegiatan, fungsi, dan interaksi dengan lingkungan sebagai bagian dari system antar hubungan.
  4. Orang-orang secara terbuka berkomunikasi satu sama lain (melintasi batas batas vertical dan horizontal) tanpa takut dikritik dan hukuman.
  5. Tidak memikirkan kepentingan diri sendiri dan terfragmentasi kepentingan departemen untuk bekerjasama mencapai visi organisasi berama. Elemen dalam learning organization.
(ml.scribd.com/doc/89178442/2b-Learning-Organization-Lo-Ol-2)
Neffe (2001: 22) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam learning organizational, yaitu:
  1. The learning process; Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi.
  2. Knowledge acquisition or generation; Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error.  Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation.
  3. Individual learning; Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris & Schon dan Pawlowsky.
  4. Teams learning; Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi.
  5. Organizational knowledge; Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinyaorganizational actions.
Lima elemen di atas sangat menentukan organisasi mencapai level organisasi pembelajar. The learning process adalah sebuah keniscayaan sikap, sifat, aktivitas yang harus dimiliki oleh setiap anggota organisasi. Ia merupakan kesadaran individu untuk selalu ingin belajar dan meningkatkan kompetensinya untuk kemajuan organisasi. Knowledge acquisition or generation,adalah kemauan untuk selalu menciptakan pengetahuan dalam dirinya oleh setiap individu atau anggota organisasi. Individual learning adalah kemampuan melakukan perubahan dirinya dalam dimensi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Danorganizational knowledge adalah pengetahuan organisasi yang dibangun oleh pengetahuan individu dari hasil belajar individu.

Tahapan Membangun Learning Organization
Cara mencapai prinsip organisasi belajar yaitu: Tahap pertama adalah dengan menciptakan sistem komunikasi untuk memfasilitasi pertukaran informasi yang mana menjadi dasar organisasi pembelajaran dibangun (Gephart, 2006 : 40). Penggunaan teknologi akan terus mengubah tempat kerja dengan memungkinkan informasi mengalir bebas, dan menyediakan akses universal terhadap bisnis dan informasi strategis" (Gephart, 2006 : 41-44). Hal ini juga penting dalam menjelaskan konsep yang lebih kompleks ke dalam bahasa yang lebih tepat yang dapat dipahami di seluruh departemen (Kaplan, 2006 : 24).
Tahap dua adalah mengatur kuesioner kesiapan yang berisi tujuh dimensi berikut; memberikan pembelajaran yang berkelanjutan, menyediakan kepemimpinan strategis, mempromosikan penyelidikan dan dialog, mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim, menciptakan struktur yang tertanam untuk menangkap dan berbagi pembelajaran, pemberdayaan masyarakat menuju visi bersama, dan membuat koneksi sistem". Kuesioner diberikan kepada seluruh karyawan atau sampel dari mereka, dan digunakan untuk mengembangkan profil penilaian untuk merancang inisiatif organisasi belajar.
Tahap Tiga adalah berkomitmen untuk mengembangkan, memelihara, dan memfasilitasi suasana yang garners belajar. Tahap Empat adalah menciptakan sebuah visi organisasi dan menulis pernyataan misi dengan bantuan dari seluruh karyawan.
Tahap Lima adalah dengan menggunakan program pelatihan dan kesadaran untuk mengembangkan keterampilan dan sikap pemahaman yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari pernyataan misi, termasuk kemampuan untuk bekerja dengan baik dengan orang lain, menjadi lebih verbal, dan jaringan dengan orang di semua departemen dalam organisasi (Navran, 2003).
Tahap Enam adalah berkomunikasi dalam perubahan budaya perusahaan dengan mengintegrasikan sistem manusia dan teknis". Tahap Tujuh adalah memulai praktek-praktek baru dengan menekankan pembelajaran tim dan kontribusi. Dengan demikian, karyawan akan menjadi lebih tertarik dalam pengaturan diri dan manajemen, dan lebih siap untuk memenuhi tantangan dari tempat kerja yang selalu berubah.
Tahap Delapan adalah memungkinkan karyawan untuk mempertanyakan praktek bisnis utama dan asumsi. Tahap Sembilanadalah mengembangkan harapan yang bisa diterapkan untuk tindakan masa depan (Navran, 2003). Tahap Sepuluh adalah mengingatkan bahwa menjadi organisasi belajar adalah proses yang panjang dan bahwa kemunduran kecil harus dihindarkan. Ini adalah hal yang paling penting karena membawa semua orang bersama-sama untuk bekerja sebagai satu tim besar. Selain itu, ia memiliki keuntungan finansial yang melekat dengan mengubah tempat kerja menjadi tempat yang dikelola dengan baik dan menarik untuk bekerja, suatu tempat yang benar-benar menghargai karyawannya.

Proses Learning Organization
Jann Hidajat Tjakraatmadja (2006) pada suatu seminar, memberikan pandangan mengenai tiga gelombang "pembelajaran" (learning):
  1. Pada gelombang pertama, organisasi dan perusahaan berkonsentrasi pada peningkatan proses kerja (improve work process). Dalam fase ini, munculah konsep "kaizen", TQM, dan konsep-konsep lain yang berbasiskan pada mengatasi hambatan dan batasan.
  2. Selanjutnya, fase kedua memfokuskan pada peningkatan mengenai bagaimana cara bekerja (improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada improvisasi cara berpikir dan pembelajaran mengenai masalah-masalah sistem yang dinamis, kompleks, dan mengandung konflik.
  3. Pada gelombang ketiga, konsep pembelajaran benar-benar tertanam dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para pimpinan dan juga pekerja.
Menurut para ahli yang lain, learning organization dapat tercipta bila telah terjadi suatu perubahan di dalam maupun diluar organisasi tersebut. Dari perubahan yang terjadi maka organisasi akan melakukan suatu proses adaptasi. Ada dua proses yang berbeda yang dapat diambil suatu organisasi sebagai akibat dari perubahan organisasi yang terjadi.
  1. Adaptive learning, yaitu perubahan yang telah dibuat sebagai reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan
  2. Proactive learning, yaitu perubahan organisasi yang telah dibuat pada dasar yang lebih susah berubah. Ini adalah pembelajaran sederhana yang melampaui reaksi terhadap perubahan lingkungan.
(ml.scribd.com/doc/89178442/2b-Learning-Organization-Lo-Ol-2).
Untuk menjadi Learning Organization tentu membutuhkan proses untuk mencapainya. Ada beberapa tipe learning yang dapat digunakan oleh setiap organisasi, yaitu:
  1. Level 1. Learning facts, knowledge, processes and procedures. Applies to known situations where changes are minor.
  2. Level 2. Learning new job skills that are transferable to other situations. Applies to new situations where existing responses need to be changed. Bringing in outside expertise is a useful tool here.
  3. Level 3 - Learning to adapt. Applies to more dynamic situations where the solutions need developing. Experimentation, and deriving lessons from success and failure is the mode of learning here.
  4. Level 4 - Learning to learn. Is about innovation and creativity; designing the future rather than merely adapting to it. This is where assumptions are challenged and knowledge is reframed.
(http://www.skyrme.com/insights/3lrnorg.htm).
Dengan demikian proses organisasi menjadi organisasi pembelajar adalah harus menempuh langkah-langkah: Pertama, Belajar fakta, pengetahuan, proses dan prosedur. Berlaku untuk situasi yang dikenal di mana perubahan yang kecil. Kedua, Belajar keterampilan pekerjaan baru yang dialihkan ke situasi lain. Berlaku untuk situasi baru di mana tanggapan yang ada perlu diubah. Membawa dalam keahlian luar adalah alat yang berguna di sini. Ketiga, Belajar untuk beradaptasi. Berlaku untuk situasi yang lebih dinamis di mana solusi perlu berkembang. Eksperimen, dan pelajaran yang berasal dari keberhasilan dan kegagalan adalah cara belajar di sini. Keempat, Belajar untuk belajar. Adalah tentang inovasi dan kreativitas, merancang masa depan bukan hanya beradaptasi dengan itu. Di sinilah asumsi ditantang dan pengetahuan yang dibingkai kembali. (http://www.skyrme.com/insights/3lrnorg.htm). Keempat level ini dapat dilakukan pada tingkat individu, organisasi (sekolah/madrasah) bahkan perusahaan besar sekalipun.

Indikator Efektivitas Implementasi Learning Organization di Madrasah
Organisasi pembelajaran didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaiki kinerja secara berkelanjutan dan siklikal, karena anggota-anggotanya memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu belajar dan berbagi pengetahuan pada tingkat superfisial dan subtansial. Organisasi pembelajaran adalah kata kiasan yang menggambarkan suatu organisasi sebagai sebuah sistem yang terintregasi dan senantiasa selalu berubah, karena individu-individu anggota organisasi tersebut mengalami proses belajar, yang dilandasi oleh budaya kerjanya. Proses belajar individual terjadi jika anggota organisasi mengalami proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru (know why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman untuk merealisasikan konsep tersebut (know how)sehingga terjadi perubahan atau perbaikan nilai tambah organisasi (Tjakraatmadja, 2006:123). Learning organization dalam pendidikan adalah suatu lembaga pendidikan (madrasah/sekolah) yang menyadari pentingnya pelatihan dan pengembangan yang terkait dengan kinerja berkelanjutan dan mau mengambil tindakan yang tepat (Mondy, 2008: 211).
West dan Burnes (dalam Haryanti, 2006:16) memberikan penjelasan yang baik mengenai perbedaan antara pembelajaran organisasi (organizational learning) dan organisasi pembelajaran (learning organization). Pembelajaran organisasi merupakan konsep  yang digunakan untuk  menggambarkan tipe-tipe aktivitas yang  terdapat  dalam  organisasi  pada  waktu  pembelajaran  organisasi mengacu pada keadaan didalam maupun diluar organisasi tersebut. Sedangkan organisasi pembelajaran adalah kemampuan organisasi dalam menciptakan, mengakuisisi, dan mentransfer pengetahuan serta perilaku-perilakunya dalam menyongsong pengetahuan dan wawasan baru.
Parmono 2001 (dalam Haryanti, 2006:16) menyatakan bahwa upaya menjadi sebuah organisasi pembelajaran bukanlah hal yang mustahil. Upaya pembentukan organisasi pembelajaran ini harus memperhatikan faktor-faktor budaya, strategi, struktur dan lingkungan organisasi yang bersangkutan. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada delapan karakteristik yang mencerminkan organisasi berhasil menjadi organisasi pembelajaran, yaitu:
  1. Adanya peluang untuk belajar bagi seluruh komponen yang ada dalam organisasi, bukan hanya secara formal tetapi juga terwujud dalam aktivitas sehari-hari.
  2. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin, merangsang, dan memungkinkan seluruh komponen yang ada dalam organisasi untuk belajar, menanyakan praktek manajemen yang ada selama ini, bereksperimen, dan berkontribusi dengan ide-ide baru yang lebih segar.
  3. Adanya insentif bagi para manajer yang selalu menggunakan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan.
  4. Adanya prinsip penerimaan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran.
  5. Adanya kesempatan dan hak yang sama bagi seluruh karyawan tanpa terkecuali untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
  6. Adanya keterbukaan sistem manajemen data dan akuntansi yang bisa diakses oleh para pengguna yang lebih luas namun berkompeten.
  7. Semakin kaburnya batas-batas yang ada antar karyawan dan antar departemen sehingga memungkinkan terciptanya keterbukaan komunikasi dan hubungan pemasok-pelanggan (supplier-customer relationship) dalam setiap tahapan proses manajemen.
  8. Adanya pemahaman bahwa keputusan pimpinan bukanlah solusi yang lengkap tetapi lebih sebagai eksperimen yang masuk akal (rational experiment).
            Dalam konteks implementasi Learning Organization (LO) di madrasah, karakteristik-karakteristik tersebut dapat menjadi indikator untuk mengetahui efektif atau tidaknya penerapan LO di madrasah. Selanjutnya bila dilihat dari disiplin LO sebagaimana yang dikemukan Senge (dalam Tjakraatmaja, 2006: 153), maka ada lima indikator yang menunjukkan bahwa organisasi (termasuk madrasah) telah melaksanakan LO dengan baik ataukah tidak. Indikator-Indikator Learning Organization, yaitu: munculnya disiplin mastery learning, berbagi visi (visi bersama), model mental, pembelajaran tim, dan berpikir sistemik. 
Disiplin Personal Mastery adalah disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu- individu  para  anggota  organisasi  mau  dan  mampu  terus  belajar  menjadikan dirinya seorang master di bidang  ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan  oleh  tumbuhnya  keterampilan-keterampilan  individual  para  anggota organisasi  kontemplasi  (refleksi)  diri;   keterampilan  untuk  memahami  akan kelebihan  dan  kelemahan  kompetensi  intelektual,   emosional  maupun  sosial dirinya;serta keterampilan  untuk  melakukan  revisi  atas  visi  pribadinya,  dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja           yang  sesuai dengan keadaan organisasinya.
Disiplin Berbagi Visi berarti bahwa oganisasi pembelajaran memiliki visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus  pemicu  semangat   dan  komitmen  untuk  selalu  bersama,  sehingga menumbuhkan motivasi kepada para  karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan  kompetensinya.  Keterampilan untuk  menyesuaikan  antara  visi pribadi dengan  visi organisasi,  serta keterampilan  berbagi  visi  agar  mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual  yang  dibutuhkan  untuk  membangun  disiplin  berbagi visi.  Artinya, untuk menumbuhkan komitmen dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama.
Disiplin Mental Model, berarti bahwa organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
Disiplin  pembelajaran  tim  akan  efektif  jika  para  anggota  kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
Adapun Disiplin Berpikir Sistemik, menurut Peter Senge (1990), yaitu keterampilan untuk memahami stuktur hubungan antara berbagai faktor internal   maupun   eksternal   yang   mempengaruhi   eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, keterampilan untuk berpikir  komprehensif,  serta  keterampilan  untuk  membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk  membangun disiplin belajar sistemik

4 komentar:

  1. If you're attempting to burn fat then you certainly need to get on this brand new tailor-made keto diet.

    To create this keto diet service, certified nutritionists, personal trainers, and cooks have united to produce keto meal plans that are efficient, painless, cost-efficient, and enjoyable.

    From their first launch in January 2019, thousands of individuals have already remodeled their figure and well-being with the benefits a smart keto diet can provide.

    Speaking of benefits: in this link, you'll discover eight scientifically-proven ones provided by the keto diet.

    BalasHapus