Rabu, 16 Desember 2015

KEPUASAN KERJA

Pengertian Kepuasan Kerja

Suatu gejala yang paling meyakinkan dari rusaknya kondisi dalam suatu organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja (job satisfaction). Dalam bentuk yang lebih sinis gejala ini bersembunyi dibelakang pemogokan liar, pelambanan kerja, mangkir dan pergantian pegawai. 

Gibson, Ivancevich dan Donelly (alih bahasa Djakarsih, 2007:156) menyatakan:
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki individu mengenai pekerjaannya yang didasarkan pada faktor lingkungan kerja seperti gaya kepemiminan, kebijakan dan prosuder, aplikasi kecocokan kerja, kondisi kerja dan tunjangan.

Sedangkan Robins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:99) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai berikut: Kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, dan sebaliknya.

Sunyoto (2011:25) mengemukakan: Kepuasan kerja merupakan sifat individual seseorang sehingga memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pada masingmasing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan begitu pula sebaliknya.

Karena setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda, tidak ada tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja dan turnover kecil maka secara relatif kepuasan kerja pegawai baik. Sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja dan turnover pegawai besar maka kepuasan kerja pegawai di perusahaan kurang. 

Dari uraian di atas dapat diambil suatu batasan yang sederhana tentang kepuasan kerja yaitu perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Apabila kepuasan yang diperoleh melalui pekerjaannya tinggi, diharapkan ia akan meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan pekerjaannya. 

Dari beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa kepuasan kerja adalah tingkat kesukaan dan ketidaksukaan dalam derajat yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja, balas jasa yang diberikan sebagai imbalan dari hasil kerja pegawai, gaya kepemimpinan, tunjangan, individu dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Dalam mengukur kepuasan kerja, organisasi dapat menggunakan beberapa teori dari beberapa ahli sebagai acuan dasar pengukuran kepuasan kerja pegawainya.

Teori-teori Kepuasan Kerja

Dibawah ini dikemukakan teori-teori tentang kepuasan kerja (Mangkunegara 2005:121), yaitu teori keseimbangan (equity theory), teori perbedaan (discrepancy theory), teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory), teori pandangan kelompok (social reference group theory), teori pengharapan (expectacy theory) dan teori dua faktor.

a. Teori keseimbangan (equity theory)

Komponen dari teori-teori ini adalah input, outcome, comparison person dan equity-in-equity. Wexley dan Yukl (2007) mengemukakan bahwa „Input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job’. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, kemampuan, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja.

Outcome is anything of value that the employee perceives he obtains from the job. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi dan mengekspresikan diri. 

Comparison person maybe someone in the same organization, someone in a different organization, or even the person himself in a previous job. Comparison person adalah pegawai dalam organisasi yang sama seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-output dirinya dengan membandingkan input-output pegawai lain. Jadi, jika perbandingan terebut dirasakan seimbang maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi ketidakseimbangan dapat menyebabkan kemungkinan ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pegawai pembanding.

b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan, maka pegawai tersebut puas. Sebaliknya apabila yang didapat pegawai lebih rendah dari yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.

c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, semakin puas pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi maka pegawai merasa tidak puas.

d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

e. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan Dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan (memberi kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian di analisis isinya untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan.

Dua faktor yang menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puasnya menurut Herzberg yaitu faktor pemeliharaan dan faktor pendorong kerjaan. Faktor pemeliharaan tersebut disebut pula dissatisfiers hygiene factors, job context dan extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan organisasi kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status.

Sedangkan faktor pendorong kerja disebut pula satisfiers, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kesempatan berkembang dan tanggung jawab. 

f. Teori Pengharapan (Expectacy Theory)

Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom, kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawyer. Davis mengemukakan bahwa ‘Vroom explains that job satisfaction is a product of how much one wants something, and one’s estimate of the probability that a certain will lead to it’. Vroom menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari seberapa seseorang menginginkan sesuatu, dan sesuatu itu yang memungkinkan akan memimpin terjadinya keinginan.

Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan kerja pegawai pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri pegawai dan dibawa oleh setiap pegaawai sejak mulai bekerja di tempatnya bekerja. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri pegawai, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan pegawai lain, sistem penggajian dan lainnya.

Selain itu menurut Smith, Kendall dan Hullin dalam Mangkunegara (2005:117) untuk mengukur kepuasan kerja, dapat digunakan pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi jabatan. Dalam penggunaan ukuran ini, pegawai diberikan pertanyaan mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk. Dalam skala ini diukur dengan 5 area, yaitu:

1. Pekerjaan itu sendiri
2. Promosi
3. Pengawasan
4. Upah
5. Rekan Kerja

Salah satu cara untuk menentukan apakah pegawai puas dengan pekerjaannya adalah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan pekerjaan ideal tertentu. Setelah diketahui apakah pegawai puas atau tidak dengan pekerjaannya maka organisasi dapat melakukan peningkatan atau mempertahankan kepuasan kerja pegawai yang telah ada.

Banyak sekali alat ukur yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja pegawai. Seperti yang diuraikan Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:100) dua pendekatan yang paling banyak digunakan adalah angka nilai global tunggal (single global rating) dan skor penjumlahan (summation score) yang tersusun atas sejumlah aspek kerja. Metode angka nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu-individu untuk menjawab satu pertanyaan, seperti jika semua hal dipertimbangkan berapa tingkat kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya? Kemudian pegawai menjawab dengan melingkari suatu bilangan antara 1-5 yang sepadan dengan jawaban dari „Sangat Puas‟ sampai „Sangat Tidak Puas‟. Pendekatan lain yaitu penjumlahan aspek pekerjaan lebih akurat. Metode ini mengenali unsur-unsur dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan pegawai mengenai tiap unsur. Faktor-faktor yang lazim dicakup adalah sifat dasar pekerjaan, penyeliaan, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan sekerja. Faktor-faktor ini dinilai pada suatu skala baku dan kemudian dijumlahkan untuk menciptakan skor kepuasan kerja keseluruhan

Penellitian Terdahulu mengenai Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pegawai dapat diukur oleh organisasi. Beberapa faktor dalam pekerjaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan mempertimbangkan indikator-indikator dalam pekerjaan.  Tinggi rendahnya kepuasan kerja diukur oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

Muhadi (2007) dalam penelitiannya mengenai kepuasan kerja menggunakan lima indikator dalam mengukur kepuasan kerja yaitu, kepuasan terhadap atasan, kepuasan terhadap rekan kerja, kepuasan terhadap pekerjaan, kepuasan terhadap peluang promosi dan kepuasan terhadap pendapatan atau gaji. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi dalam mempengaruhi kinerja karyawan. Objek penelitian tersebut adalah karyawan administrasi Universitas Diponegoro Semarang.

Penelitian yang dilakukan Haryanto (2008) dalam mengukur pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap komitmen organiasasi di kalangan dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo membagi kepuasan kerja ke dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut adalah persepsi yang berkaitan dengan pekerjaan, situasi kerja, dan kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pegawai terhadap instansi. Untuk mengukur dimensi mengenai persepsi yang berkaitan dengan pekerjaan penelitian tersebut menggunakan indikator rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah dan status serta kebanggaan pegawai terhadap pekerjaannya.

Indikator dalam mengukur dimensi kepuasan pegawai terhadap situasi kerja adalah interaksi dengan pekerjaan, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan dan kesempatan promosi. Untuk dimensi kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pegawai terhadap kondisi instansi diukur melalui indikator jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan dan insentif (Haryanto, 2008).49

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Harsono (2009) pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karanganyar kepuasan kerja dibagi atas dua dimensi dan diukur oleh delapan indikator. Dua dimensi kepuasan kerja yaitu penghargaan intrinsik dan penghargaan ekstrinsik. Indikator yang digunakan dalam mengukur penghargaan intrinsik adalah perasaan tanggung jawab terhadap pekerjaan, tantangan dalam pekerjaan dan penghargaan dari orang lain. Indikator gaji, kondisi kerja, tingkat pengawasan, lingkungan kerja dan kesempatan promosi digunakan untuk mengukur dimensi penghargaan ekstrinsik. Indikator-indikator tersebut digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dalam penelitian pengaruh pendidikan dan pelatihan, kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai dengan komitmen organisasi sebagai variabel intervening.

1 komentar: