Sabtu, 09 Januari 2016

KINERJA PEGAWAI

Pengertian Kinerja 

Suatu organisasi atau perusahaan jika ingin maju atau berkembang maka dituntut untuk memiliki pegawai yang berkualitas. Pegawai yang berkualitas adalah pegawai yang kinerjanya dapat memenuhi target atau sasaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Untuk memperoleh pegawai yang memiliki kinerja baik maka diperlukan penerapan kinerja.

Ukuran kinerja dapat dilihat dari sisi jumlah dan mutu tertentu sesuai dengan standart yang telah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan bentuknya dapat bersifat tangible (dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya) atau intangible (tak dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya), tergantung pada bentuk dan proses pelaksanaan pekerjaan itu. Kinerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam suatu perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor dan kondisi yang baik itu yang berasal dari dalam diri pegawai ataupun yang berasal dari luar individu pegawai. Mangkuprawira dan Hubeis dalam bukunya Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia (2007:153) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan.

Kinerja adalah tingkat terhadapnya para pegawai mencapai persyaratan pekerjaan secara efisien dan efektif (Simamora, 2006:34). kinerja pegawai merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan organisasi. Kemudian Robbins (2008) mendefinisikan kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.

Mangkuprawira dan Hubeis (2007:160) menyebutkan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ektrinsik pegawai. Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi kinerja pegawai terdiri dari pendidikan, pengalaman, motivasi, kesehatan, usia, keterampilan, emosi dan spiritual. Sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja pegawai terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, kepemimpinan, komunikasi vertical dan horizontal, kompensasi, kontrol berupa penyeliaan, fasilitas, pelatihan, beban kerja, prosedur kerja, system hukuman dan sebagainya. 

Lalu Mangkunegara (2005:67) kinerja ialah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Rivai (2009:532) kinerja diartikan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, dan menyempurnakannya sesuai tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan

Prawirosentono dalam Pasolong (2007:176) lebih cenderung menggunakan kata performance dalammenyebut kata kinerja. Menurutnya performance atau kinerja adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggungjawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Definisi lain datang dari Murpy dan Cleveland dalam Pasolong (2007:175) mengatakan bahwa, kinerja adalah kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas dan pekerjaan. Hal ini berarti bahwa kinerja pegawai dalam sebuah organisasi ditentukan oleh sikap dan perilaku pegawai terhadap pekerjaannya dan orientasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaanya tersebut. 

Kinerja menurut Amstrong dan Baron (1998:159) seperti dikutip oleh Wibowo (2008:222) adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Menurut Simanjuntak (2005:221), definisi kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu kompetensi individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi, dan dukungan manajemen (Simanjuntak, 2005:210). 

Dari definisi-definisi tersebut kinerja merupakan suatu hasil dari tindakan seorang pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan diawasi oleh orang-orang tertentu yaitu seorang atasan atau pimpinan dan dukungan dari organisasi.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai


Terdapat beberapa pendapat yang mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.Menurut Moorhead dan Chung/Megginson, dalam Sugiono (2009:12) kinerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ; 
a) Kualitas Pekerjaan (Quality of Work) Merupakan tingkat baik atau buruknya sesuatu pekerjaan yang diterima bagi seorang pegawai yang dapat dilihat dari segi ketelitian dan kerapihan kerja, keterampilan dan kecakapan.
b) Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work) Merupakan seberapa besarnya beban kerja atau sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh seorang pegawai. Diukur dari kemampuan secara kuantitatif didalam mencapai target atau hasil kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru.
c) Pengetahuan Pekerjaan (Job Knowledge) Merupakan proses penempatan seorang pegawai yang sesuai dengan background pendidikan atau keahlian dalam suatu pekerjaan. Hal ini ditinjau dari kemampuan pegawai dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas yang mereka lakukan.
d) Kerjasama Tim (Teamwork) Melihat bagaimana seorang pegawai bekerja dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kerjasama tidak hanya sebatas secara vertikal ataupun kerjasama antar pegawai, tetapi kerjasama secara horizontal merupakan faktor penting dalam suatu kehidupan organisasi yaitu dimana antar pimpinan organisasi dengan para pegawainya terjalin suatu hubungan yang kondusif dan timbal balik yang saling menguntungkan.

e) Kreatifitas (Creativity) Merupakan kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan cara atau inisiatif sendiri yang dianggap mampu secara efektif dan efisien serta mampu menciptakan perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan organisasi.
f) Inovasi (Inovation) Kemampuan menciptakan perubahan-perubahan baru guna perbaikan dan kemajuan organisasi.Hal ini ditinjau dari ide-ide cemerlang dalam mengatasi permasalahan organisasi.
g) Inisiatif (initiative) Melingkupi beberapa aspek seperti kemampuan untuk mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi kesulitan, kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan tanpa bantuan, kemampuan untuk mengambil tahapan pertama dalam kegiatan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Mahmudi (2005:21), yaitu :
a) Faktor personal (Individu), meliputi : Pengetahuan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
b) Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan pimpinan atau team leader.
c) Faktor team, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, keserataan dan kekompakan anggota tim.

d) Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi

Sedangkan menurut Harbani Pasolong (2010:186), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut : a) Kemampuan, yaitu kemampuan dalam suatu bidang yang dipengaruhi oleh bakat, intelegensi (kecerdasan) yang mencukupi dan minat.
b) Kemauan, yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi.
c) Energi, yaitu sumber kekuatan dari dalam diri seseorang. Dengan adanya energi, seseorang mampu merespon dan bereaksi terhadap apapun yang dibutuhkan, tanpa berpikir panjang atau perhatian secara sadar sehingga ketajaman mental serta konsentrasi dalam mengelola pekerjaan menjadi lebih tinggi.
d) Teknologi, yaitu penerapan pengetahuan yang ada untuk mepermudah dalam melakukan pekerjaan.
e) Kompensasi, yaitu sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa atas kinerja dan bermanfaat baginya.
f) Kejelasan tujuan, yaitu tujuan yang harus dicapai oleh pegawai. Tujuan ini harus jelas agar pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dapat terarah dan berjalan lebih efektif dan efisien.

g) Keamanan, yaitu kebutuhan manusia yang fundamental, karena pada umumnya seseorang yang merasa aman dalam melakukan pekerjaannya, akan berpengaruh kepada kinerjanya.

Lebih lanjut Mangkuprawira dan Hubeis (2007:155) menguraikan faktor-faktor tersebut sebagai berikut : 
a) Faktor Personal, faktor personal pegawai meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu, 
b) Faktor Kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja kepada karyawan, 
c) Faktor Tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu team, kepercayaan terhadap sesama anggota team, kekompakan, dan keeratan anggota team, 
d) Faktor Sistem, meliputi system kerja, fasilitas kerja dan infrakstruktur yang diberikan oleh organisasi, kompensasi dan proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi, 
e) Faktor Kontekstual, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. 

Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa umumnya faktor-faktor yang mempengaruh kinerja pegawai yaitu : 
a) Faktor individu, meliputi kemampuan, kreatifitas, inovasi, inisiatif, kemauan, kepercayaan diri, motivasi serta komitmen individu.
b) Faktor organisasi, meliputi kejelasan tujuan, kompensasi yang diberikan, kepemimpinan, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.

c) Faktor sosial, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, keserataan dan kekompakan anggota tim, serta keamanan

Indikator Kinerja Pegawai

Menurut Keban(2004:109) dalam Pasolong (2010:184) pengukuran kinerja pegawai penting dilakukan oleh instansi pelayanan publik.Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan, atau berbagai faktor sukses bagi kinerja pegawai serta institusi maka terbukalah jalan menuju profesionalisasi, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama ini.


Terdapat berbagai teori mengenai indikator kinerja pegawai. Salah satunya indikator kinerja pegawai Fadel (2009:195) mengemukakan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pegawai yaitu :
a) Pemahaman atas tupoksi Dalam menjalankan tupoksi, bawahan harus terlebih dahulu paham tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing serta mengerjakan tugas sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya.
b) Inovasi Memiliki inovasi yang positif dan menyampaikan pada atasan serta mendiskusikanya pada rekan kerja tentang pekerjaan.
c) Kecepatan kerja Dalam menjalankan tugas kecepatan kerja harus diperhatikan dengan menggunakan mengikuti metode kerja yang ada.
d) Keakuratan kerja Tidak hanya cepat, namun dalam menyelesaikan tugas karyawan juga harus disiplin dalam mengerjakan tugas dengan teliti dalam bekerja dan melakukan pengecekan ulang

e) Kerjasama Kemampuan dalam bekerjasama dengan rekan kerja lainya seperti bisa menerima dan menghargai pendapat orang lain.

Selain pendapat para ahli, pemerintah memiliki indikator kinerja pegawai yaitu dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS. Indikator tersebut adalah : 
a) Kesetiaan, yaitu tekat dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesabaran dan tanggungjawab.
b) Prestasi kerja, yaitu hasil kerja yang dicapai pegawai dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
c) Tanggungjawab, yaitu kesanggupan pegawai dalam melakukan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu, serta berani menanggung resiko atas keputusan yang telah diambil.
d) Ketaatan, yaitu kesanggupan pegawai untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
e) Kejujuran, yaitu ketulusan hati pegawai dalam melaksanakan dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diembannya.
f) Kerjasama, yaitu kemampuan pegawai untuk bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan tugasnya.
g) Prakarsa, yaitu kemampuan pegawai untuk mengambil keputusan langkah- langkah atau melaksanakan semua tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.

h) Kepemimpinan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sehingga dapat diarahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas

Menurut T.R. Michel dalam Rizky (2001:15) indikator kinerja meliputi : 
a) Kualitas pelayanan (Quality of work), yaitu kualitas pekerjaan yang dihasilkan dapat memuaskan bagi penggunanya atau tidak, sehingga hal ini dijadikan sebagai standar kerja.
b) Komunikasi (Communication), yaitu kemampuan pegawai dalam berkomunikasi dengan baik kepada konsumen.
c) Kecepatan (Promptness), yaitu kecepatan bekerja yang diukur oleh tingkat waktu, sehingga pegawai dituntut untuk bekerja cepat dalam mencapai kepuasan dan peningkatan kerja.
d) Kemampuan (Capability), yaitu kemampuan dalam melakukan pekerjaan semaksimal mungkin.
e) Inisiatif (Intiative), yaitu setiap pegawai mampu menyelesaikan masalah pekerjaannya sendiri agar tidak terjadi kemandulan dalam pekerjaan.


Kinerja pegawai secara objektif dan akurat dapat dievaluasi melalui tolak ukur tingkat kinerja. Pengukuran tersebut berarti memberi kesempatan bagi para pegawai untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Memudahkan pengkajian kinerja pegawai, lebih lanjut Mitchel dalam buku Sedarmayanti (2001:51) yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, mengemukakan indikator-indikator kinerja yaitu sebagai berikut : 
1. Kualitas Kerja (Quality of work) 
2. Ketetapan Waktu (Pomptnees) 
3. Inisiatif (Initiative) 
4. Kemampuan (Capability) 
5. Komunikasi (Communication)

Indikator kinerja pegawai di atas akan dibahas di bawah untuk lebih mempermudah dalam memahami kinerja pegawai, yaitu sebagai berikut : 
1. Kualitas Kerja (Quality of work) adalah kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya yang tinggi pada gilirannya akan melahirkan penghargaan dan kemajuan serta perkembangan organisasi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara sistematis sesuai tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat.
2. Ketetapan Waktu (Pomptnees) yaitu berkaitan dengan sesuai atau tidaknya waktu penyelesaian pekerjaan dengan target waktu yang direncanakan. Setiap pekerjaan diusahakan untuk selesai sesuai dengan rencana agar tidak mengganggu pada pekerjaan yang lain.
3. Inisiatif (Initiative) yaitu mempunyai kesadaran diri untuk melakukan sesuatu dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab. Bawahan atau pegawai dapat melaksanakan tugas tanpa harus bergantung terus menerus kepada atasan.
4. Kemampuan (Capability) yaitu diantara beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, ternyata yang dapat diintervensi atau diterapi melalui pendidikan dan latihan adalah faktor kemampuan yang dapat dikembangkan.

5. Komunikasi (Communication) merupakan interaksi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan untuk mengemukakan saran dan pendapatnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Komunikasi akan menimbulkan kerjasama yang lebih baik dan akan terjadi hubunganhubungan yang semangkin harmonis diantara para pegawai dan para atasan, yang juga dapat menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan.

Jumat, 08 Januari 2016

PENGEMBANGAN SDM

Pengertian MSDM ( Manajemen Sumber Daya Manusia ) 

SDM sebagai salah satu unsur penunjang organisasi, dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut personil, tenaga kerja, pekerja/karyawan), atau potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya, potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal non-material dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan nonfisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi. Mengingat betapa pentingya peran SDM untuk kemajuan organisasi, maka organisasi dengan model yang lebih moderat menekankan pada fungsi SDM dengan orientasi jangka panjang.Berikut ini adalah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut para ahli.

Menurut Mangkunegara (2005:2): “Manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengoraganisasian, pengkordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, penginteregasian, pemeliharaan, dan pemisahaan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi”

Menurut Sadili (2009: 21) mengartikan sumber daya manusia adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa, mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya finansial, serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi.

Menurut Melayu SP. Hasibuan, (2006:10) : “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah Ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efesien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat”.

Mondy (2008: 04) sumberdaya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (2003:21) menjelaskan mengenai Fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu: “Fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengadaan, pengarahan, pengembangan, kompensasi, pengintregasian, kedisiplinan, dan pemberhentian”

Berdasarkan definisi para ahli dapat di simpulkan bahwa Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mendayagunakan manusia atau proses memperoleh, memajukan, mengembangkan, dan memelihara tenaga kerja sampai sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efesien.


Fungsi Manajemen dan Operasional Sumber Daya Manusia 

Sudah merupakan tugas Manajemen Sumber Daya Manusia untuk mengelola manusia seefektif mungkin agar diperoleh sautu satuan sumber daya manusia yang merasa puas dan memuaskan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada sumber daya manusia. 

Menurut Stephen P Robbins and Mary Coulter (2005:9) adapun fungsi-fungsi Manjemen Sumber Daya Manusia seperti halnya fungsi umum, yaitu :

Fungsi- Fungsi Manajerial 

1. Perencanaan (planning)
Perencanaan dapat diartikan sebagai proses untuk menentukan tujuan serta sasaran yang ingin dicapai dan mengambil langkah-langkah strategis guna mencapai tujuan tersebut.
2. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian merupakan proses pemberian perintah, pengalokasian sumber daya manusia secara terkodinir kepada setiap individu dan kelompok untuk menerpakan rencana.
3. Pengarahan (directing)
Pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat pada karyawan agar dapat bekerja keras dan giat serta membimbing mereka dalam melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan yang efektif dan efesien.
4. Pengendalian (controlling)

Bagian terkahir dari proses manajemen sumber daya manusia adalah pengendalian. Pengendalian dimaksudkan untuk melihat apakah kegiatan organisasi sudah sesuai dengan rencana sebelumnya.

Fungsi Operasional 

1 Pengadaan tenaga kerja (SDM) terdiri dari : 
a. Perencanaan sumber daya manusia 
b. Analisis jabatan 
c. Penarikan pegawai 
d. Penempatan kerja 
e. Orientasi kerja

2 Pengembangan tenaga kerja mencakup : 
a. Pendidikan dan pelatihan 
b. Pengembangan karier 
c. Penilaian prestasi kerja

3 Kompensasi/pemberian balas jasa mencakup : 
Kompensasi langsung yang terdiri dari : 
a. gaji/upah 
b. insetif
Kompensasi tidak langsung yang terdiri dari : 
a. keuntungan (benefit) 
b. pelayanan/kesejahteraan


4 Pengitegrasian mencakup : 
a. Kebutuhan karyawan 
b. Motivasi karyawan 
c. Kepuasan Karyawan 
d. Displin kerja

5 Pemeliharaan tenaga kerja mencakup : 
a. Komunikasi kerja 
b. Kesehatan dan keselamatan kerja 
c. Pengendalian konflik kerja 
d. Konseling kerja

6 Pemutusan hubungan kerja yang mencakup pemberhentian karyawan, terdiri dari : 
a. Pensiun 
b. Pemberhentian atas permintaan sendiri 
c. Pemberhentian langsung oleh perusahaan 
d. Pemberhentian sementara

Fungsi MSDM dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu (Husein, 2002) : 
1. Fungsi Manajerial : 
- Perencanaan, 
- Pengorganisasian, 
- Pengarahan, 
- Pengendalian
2. Fungsi Operasional : 
- Pengadaan, 
- Pengembangan, 
- Kompensasi, 
- Pengintegrasian, -
- Pemeliharaan, 
- Pemutusan Hubungan Kerja

3. Kedudukan MSDM dalam mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu


Menurut Edy Sutrisno (2009:9) Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia dimaksud adalah:
a. Perencanaan Perencanaan adalah kegiatan memperkirakan tentang keadaan tenaga kerja, agar sesuai dengan kebutuhan organisasi secara efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan.
b. Pengorganisasian Pengorgnisasian adalah kegiatan mengatur karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi,m dalam bentuk badan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
c. Pengaruh dan pengadaan Pengaruh adalah kegiatan memberi petunjuk kepada karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan organisasi. Adapun pengadaan merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
d. Pengendalian Pengendalian merupakan kegiatan mengendalikan pegawai agarmenaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Pengendalian pegawai meliputi kehadiran, kedisiplinan, prilaku, kerjasama, dan menjaga situasi lingkungan kerja.

e. Pengembangan Pengembangan merupakan proses peninhkatan keteraampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan, hendaknya sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa akan datang.
f. Kompensasi Kompensasi merupakan pemberian balas jasa langsung berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada organisasi. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak.
g. Pengintegrasian Pengintegrasian merupakan kegiatan untuk mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan menguntungkan.
h. Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan kegiatan pemeliharaan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun, pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahtraan dengan berdaarkan kebutuhan kegiatan besar karyawan, serta pedoman kepada internal dan eksternal eksistensi.
i. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan salah satub fungsi sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan organisasi, karena tanpa adanya kedisiplinan merupakan keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan organisasi dan norma sosial.
j. Pemberhentian Pemberhentian merupakan putusnya hubungan kerja seseorang pegawai dari suatu organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan organisasi, berakhirnya kontrak kerja, pensiun atau sebab lainnya.


Menurut Handoko (2009: 53) fungsi dan peranan SDM meliputi:
a. Fungsi manajerial meliputi: 
1) Perencanaan (planning) 
Merupakan aktivitas yang menetapkan hal-hal atau segala yang akan dikerjakan dan menentukan bagaimana cara mengerjakannya dan melaksanakannya.
2) Pengorganisasian (organizing) 
Keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tanggung jawab dan wewenang serta penentuan hubungan-hubungan sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang telah ditentukan.
3) Pengarahan (directing) 
Kegiatan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya sehingga semua berlangsung tertib menuju tercapainya tujuan tanpa terjadi kecelakaan.
4) Pengendalian (controling) Pengaturan kegiatan agar sesuai rencana personalia yang
sebelumnya telah dirumuskan berdasarkan analisis terhadap sasaran dasar organisasi.

b. Fungsi Operasional meliputi: 
1) Pengadaan (procurement) Adalah penentuan kebutuhan pegawai, rekrutmen, seleksi, serta penempatannya.
2) Pengembangan (develompment) Pengembangan dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan yang dperlukan untuk dapat menjalankan pekerjaan dengan baik.

3) Kompensasi (compensation) Adalah penghargaan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan atas kontribusi yang diberikan kepada organisasi.
4) Integrasi (integration) Adalah penyesuaian sikap-sikap dan keinginan perusahaan serta
masyarakat.
5) Pemeliharaan (maintenence) Adalah kegiatan yang berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada, apa yang telah diterima dan dipertahankan.
6) Pensiun (separation) Pensiun berhubungan dengan pegawai yang sudah lama kerja pada perusahaan, sewaktu pensiun harus merasa aman dan dilindungi. 

Dari fungsi-fungsi diatas perlu dijalankan oleh suatu organisasi atau perusahaan baik besar maupun kecil karena hal ini berkaitan dengan pencapaian tujuan yang hendak dicapai.

Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia adalah faktor produksi yang dapat mengelola faktor produksi organisasi yang lainnya termasuk manusia itu sendiri sehingga manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujud tanpa peran aktif dari karyawan, meskipun perusahaan memiliki faktor produksi lainnya dengan baik, seperti modal yang besar, mesin yang canggih dan lain-lain, semua itu tidak akan memberikan manfaat bila tidak disertai peran aktif karyawan dalam mengelolanya. Selain itu mengelola dan mengatur karyawan tidaklah mudah karena manusia mempunyai pikiran, perasaan, status, dan latar belakang yang berbeda-beda. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya dengan mudah, berbeda dengan mesin, modal, gedung dan lain- lain. Jelasnya manajemen sumber daya manusia mengatur tenaga kerja yang dimiliki organisasi dengan sedemikian rupa sehingga dapat terwujud tujuan organisasi kepuasan karyawan dan masyarakat.

Menurut Ike Kusdiah Rachmawati (2008:6) menjelaskan tiga peran sumber daya manusia dalam organisai sebagai berikut: 
a. Peran administrasi manajemen sumber daya manusia Peran ini difokuskan pada pemerosesan dan penyimpanan data, meliputipenyimpanan data base dan arsip pegawai, data, meliputi penyimpanan data base dan arsip pegawai, proses klaim keuntungan, kebijakan organisasi tentang program pemeliharaan dan kesejahtraan pegawai pengumpul dokumentasi dan sebagainya.

b. Peran operasional manajemen sumber daya manusia Peran ini bersifat taktis, meliputri pemerosesan lamaran pekerjaan, proses seleksi dan wawancara, kepatuhan terhadap kebijakan dan peraturan peraturan kerja dengan kondisi baik, pelatihan dan pengembangan, program k3 dan system kompensasi.
c. Peran strategis manajemen sumber daya manusia Keunggulan kompetitif dari sumber daya manusia merupakan kelebihan yang dimiliki oleh peran ini. Peran strategis ini menekankan bahwa orang-orang dalam organisasi merupakan sumber daya manusia dapat berperan strategis harus fokus pada masalah-masalah dan implikasi sumber daya manusia jangka panjang.

Aspek lain dari Manajemen Sumber Daya Manusia adalah peranannya dalam pencapaian tujuan perusahaan secara terpadu. Manajemen Sumber Daya Manusia tidak hanya memperhatikan kepentingan perusahaan, tetapi juga memperhatikan kebutuhan karyawan, pemilik dan tuntutan masyarakat luas. Peranan manajemen sumber daya manusia adalah mempertemukan atau memadukan ketiga kepentingan tersebut yaitu kepemegangan saham, karyawan dan masyarakat luas.

Berbagai kegiatan dalam rangka manajemen sumber daya manusia seperti dikemukan di atas apabila terlaksana secara keseluruhan akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi perusahaan. Pelaksanaan berbagai fungsi sumber daya manusia sebenarnya bukan hanya dapat menciptakan sumber daya manusia yang produktif mendukung tujuan perusahaan, akan tetapi menciptakan suatu kondisi yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan potensi dan semangat sumber daya manusia dalam berkarya.

Tujuan manajemen sumber daya manusia di organisasi publik atau manajemen pegawai negeri sipil menurut Sedarmayanti (2010, h.371) adalah: “tujuan manajemen pegawai negeri sipil yaitu untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan dukungan PNS yang profesional, bertang- gung jawab, jujur, dan adil”. 

Hasibuan (2002, h.21-23) menyebutkan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia adalah: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, penga- daan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian.


Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan (development) merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Pengembangan merupakan hal yang penting dikarenakan adanya tuntutan pekerjaan sebagai akibat dari era globalisasi. Organisasi publik/pemerintah tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi yang mengharuskan aparatur pemerintahan memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan masyarakat. Hasibuan (2002, h.69) mengemukakan bahwa: “pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan”.

Metode Pengembangan Sumber Daya Manusia 
Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya harus didasarkan pada metode-metode yang sudah ditetapkan dalam program pengembangan sumber daya manusia. Dalam pengem- bangan sumber daya manusia harus telah ditetapkan sasaran, waktu, proses, dan metode pelaksanaannya. Pengembangan sumber daya manusia dimaksudkan sebagai sarana dalam meningkatkan kinerja. Sedarmayanti (2010, h.182-183) membagi metode pengembangan sumber daya Manusia menjadi 2 metode, yaitu:
1. On The Job On the job methode adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja sebenarnya dan dilaksanakan sambil bekerja. 
(a) Job rotation (rotasi pekerjaan) Hasibuan (2002, h.81) menjelaskan bahwa: “job rotation adalah teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari suatu jabatan ke jabatan lainnya secara periodik untuk menambahkan keahlian dan kecakapannya pada setiap jabatan”.

(b) Coaching (bimbingan) Sedarmayanti (2010, h.184) mempertegas pernyataan tersebut dengan memberikan penjelasan bahwa: “bimbingan dan pelatihan dilaksanakan dengan cara peserta harus mengerjakan tugas-tugas dengan bimbingan oleh pejabat senior atau ahli. Bimbingan dan penyuluhan dianggap efektif karena latihannya diindividualisasikan dan peserta berlatih/belajar melakukan pekerjaan langsung”.
(3) Apprentichesip/understudy (magang) Sedarmayanti (2010, h.185) menjelaskan bahwa magang dilakukan dengan cara peserta mengikuti pekerjaan/kegiatan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu, untuk mempelajari bagaimana cara mela- kukan suatu kegiatan. Lebih lanjut lagi Sedarmayanti menjelaskan bahwa magang biasanya menggabungkan pelatihan di tempat kerja dengan pengalaman teoritis yang didapatkan peserta di tempat pelatihan untuk mempersiapkan peserta untuk memangku jabatan tertentu di masa mendatang.
(d) Demonstration and example (demonstrasi dan pemberian contoh)
Hasibuan (2002, h.78) menjelaskan
bahwa demonstration and example “meru- pakan metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan”.
2. Off the Job 
(a) Pendidikan dan pelatihan (diklat) Sedarmayanti (2010, h.379) menjelas-
kan pengertian pendidikan dan pelatihan PNS adalah: “merupakan proses trans- formasi kualitas sumber daya manusia aparatur negara yang menyentuh empat dimensi utama yaitu dimensi spiritual, intelektual, mental dan phisikal yang terarah pada perubahan-perubahan mutu dari keempat dimensi sumber daya manusia aparatur negara tersebut”. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil menyebutkan beberapa jenis diklat antara lain: diklat prajabatan (bagi CPNS) dan diklat dalam jabatan (diklatpim, diklat fungsional, diklat teknis).
(b) Pendidikan Formal Pendidikan menurut Sedarmayanti (2010, h.379) adalah suatu proses, teknik, dan metode belajar mengajar dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain melalui prosedur yang sistematis dan teroganisir yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lam

Jumat, 25 Desember 2015

ORGANISASI PEMBELAJARAN

Pendahuluan
Konsep Learning Organization muncul sejak akhir tahun 1980-an dan baru benar- benar dikenal secara luas setelah Peter Senge pada tahun 1990 mengeluarkan buku The Fifth Discipline. The Art and The Practice of Learning Organization. Kreitner (2006) menggaris bawahi pengertian Senge yang menggambarkan Learning Organization“is one that proactively creates, acquires and transfers knowledge and that changes its behavior on the basis of new knowledge that changes its behavior on the basis of new knowledge and insight”
Setidaknya ada tiga hal yang ingin di kemukakan oleh Senge dari catatan Kreitner tersebut.  Pertama,  sebuah  organisasi  yang  menerapkan  Learning  Organization  selalu  memasok organisasinya  dengan ide-ide baru dan informasi baru. Yang bersumber dari lingkungan sekitarnya, pengembangan pegawai dan sumber lain yang relevan.  Kedua, pengetahuan mengenai ide dan informasi baru tersebut hendaknya dapat ditransfer ke seluruh elemen dalam organisasi. Ketiga, perilaku organisasi hendaknya berubah sebagai akibat dari pengetahuan baru yang diterima.
Peter Senge, dalam karya besarnya: The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, and The Fifth Discipline Fieldbook: Strategies and Tools for Building a Learning Organization, menggambarkan lima disiplin ilmu yang harus dikuasai ketika memperkenalkan pembelajaran menjadi sebuah organisasi, yakni Systems Thinking, Personal Mastery,  Mental Models, Membangun Visi Bersama, dan Team Belajar (2006 : 10-13).
Ringkasnya, sebuah organisasi pembelajar tidak jauh dengan pola pikir bahwa hanya manajemen senior yang dapat dan melakukan semua pemikiran untuk seluruh perusahaan. Organisasi belajar menantang semua karyawan/pegawai untuk memanfaatkan sumber daya batin dan potensi mereka, dengan harapan bahwa mereka dapat membangun komunitas mereka sendiri berdasarkan prinsip kebebasan, kemanusiaan, dan keinginan kolektif untuk belajar.
Hal pertama yang dibutuhkan untuk menciptakan sebuah organisasi belajar adalah kepemimpinan yang efektif, yang tidak didasarkan pada hirarki tradisional, melainkan, adalah campuran dari orang yang berbeda dari semua tingkat sistem, yang memimpin dengan cara yang berbeda (Senge, 2006). Kedua, harus ada kesadaran bahwa kita semua memiliki kekuatan inheren untuk mencari solusi untuk masalah kita dihadapkan dengan, dan bahwa kita dapat dan akan membayangkan masa depan dan terus maju untuk menciptakannya. Gephart dan rekan menunjukkan bahwa Organisasi Belajar, "adalah budaya yang melekat yang memegang sebuah organisasi bersama-sama," budaya organisasi belajar didasarkan pada keterbukaan dan kepercayaan, di mana karyawan didukung dan dihargai untuk belajar dan berinovasi, dan satu yang mempromosikan eksperimen, mengambil risiko, dan menghargai kesejahteraan seluruh karyawan (Gephart, 2006 : 39).
Menciptakan budaya dan lingkungan yang akan bertindak sebagai dasar untuk organisasi belajar dimulai dengan "pergeseran pikiran - dari melihat diri sebagai yang terpisah dari dunia untuk terhubung ke dunia" (Senge, 2006 : 37); melihat diri sebagai komponen integral di tempat kerja, bukan sebagai roda terpisah dan tidak penting dalam roda. Akhirnya, salah satu tantangan terbesar yang harus diatasi dalam setiap organisasi adalah untuk mengidentifikasi dan rincian alasan cara orang membela diri. Sampai saat itu, perubahan tidak pernah bisa apa saja tapi fase sementara (Argyris, 2008: 06). Setiap orang harus belajar bahwa langkah-langkah mereka gunakan untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah dapat menjadi sumber masalah tambahan bagi organisasi  (Argyris, 2008: 100).

Pengertian
Pedlar, Boydell and Burgoyne (2005: 33) merumuskan Learning Organization sebagai “An  organization  which  facilitates  the  learning  of  all  its  members  and  continuously transforms itself”. Namun pengertian ini bukanlah satu-satunya pengertian yang ada. Masih banyak pengertian  lain  yang  tergantung  dari  bagaimana  organisasi  yang  melakukan  adaptasi terhadap konsep Learning Organization (Maroga, 2006: 22).
Ortenblad (2002: 5) merumuskan Learning Organization sebagai “Organization where individuals learn as agents for the organization and the knowledge is stored in the organisation memory”.
Mayo and Lank (2005: 4) merumuskan Learning Organization sebagai “a Learning Organization harnesses the full brain power, knowledge and experience available to it, in order to evolve continually for the benefit of all its stakeholders”.
Peter Senge dalam terjemahan (2006: 21) mengartikan Learning Organization dalam bahasa Indonesia dapat diartikan Organisasi Pembelajar dimana individu-individu didalamnya secara terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk menghasilkan   sesuatu yang diinginkan. Organisasi dimana pola berfikir yang baru dan luas dipelajari. Organisasi dimana aspirasi kelompok dibebaskan. Dan organisasi dimana individu didalamnya   mempelajari bagaimana belajar bersama.
Menurut penulis, Learning Organization adalah sebuah organisasi yang menciptakan  suasana penunjang dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya  bagi  individu  di dalamnya untuk belajar secara  individu dan berkelompok kemudian mengaplikasikan   hasil  belajarnya  kedalam  proses  maupun  kegiatan  organisasi.  Jadi kegiatan belajar ini tidak berhenti pada sistem maupun mekanisme bagaimana belajar saja. Namun, bagaimana mengaplikasikannya sehingga dapat berguna bagi organisasi. Sumber belajar itu sendiri dapat dari manapun, dari intern maupun ekstern.

Komponen dan Ruang Lingkup Learning Organization (LO)
Mengidentifikasi ruang lingkup learning organization dapat dipahami dari pendapat Peter Senge (2006: 3-4) yang menjelaskan tentang pemaknaan Learning Organizations (LO) sebagai berikut:
…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together. The basic rationale for such organizations is that in situations of rapid change only those that are flexible, adaptive and productive will excel. For this to happen, it is argued, organizations need to ‘discover how to tap people’s commitment and capacity to learn at all levels’.
Learning Organization meliputi adanya perkembangan yang berkelanjutan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada dan mampu menciptakan tujuan dan/atau pendekatan yang baru. Pembelajaran ini harus menyatu pada cara organisasi menjalankan kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini berarti:
  1. Bagian dari kegiatan kerja sehari-hari.
  2. Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan.
  3. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya.
  4. Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi
  5. Digerakkan oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang signifikan dan mengerjakan dengan lebih baik.
Sumber-sumber pengetahuan dan pembelajaran ini bisa berasal dari gagasan dan pendapat para karyawan, research & development (R&D), masukan dari para pelanggan, saling tukar/bagi pengalaman dan benchmarking (perbandingan). Learning Oganization mencakup banyak hal, terutama pada individu dalam organisasi misalnya, karyawan/pegawai dalam perusahaan, termasuk lembaga pendidikan seperti madrasah. Keberhasilan karyawan/pegawai sangat tergantung pada diperolehnya kesempatan untuk mempelajari dan mempraktekkan hal dan keahlian yang baru. Perusahaan berinvestasi pada pendidikan, pelatihan dan berbagai kesempatan lain yang diberikan pada para karyawannya untuk tumbuh dan berkembang. Kesempatan tersebut dapat berupa rotasi pekerjaan, kenaikan gaji pada karyawan yang berprestasi dan/atau terlatih. On-the-job trainingmerupakan suatu cara yang efektif untuk melatih dan menarik garis hubungan yang lebih baik antara kepentingan dan prioritas perusahaan. Program pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan pada teknologi tingkat lanjut seperti pelatihan berbasis pada komputer dan internet dan saluran udara via satelit.
Learning Organization pun mencangkup kedalam hal-hal berikut ini :
  1. Learning Culture – terciptanya iklim organisasi yang menghasilkan suasana pembelajar yang kental. Karakteristik ini dekat dengan adanya inovasi. 
  2. Processes – adalah proses yang mendorong adanya interaksi di luar batas organisasi tersebut, ada infrastruktur, proses pengembangan, dan
  3. Tools and Techniques – metode-metode yang dapat digunakan bagi seorang individu dan kelompok, seperti kreativitas dan teknik pemecahan masalah.
  4. Skills and Motivation – untuk belajar dan beradaptasi.
(ml.scribd.com/.../2b-Learning-Organization).
Dengan demikian pembelajaran bukan sekedar peningkatan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Namun juga, peningkatan lingkungan kerja yang lebih tanggap terhadap situasi, adaptif, inovatif dan efisien yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja dan semakin memperkuat posisi organisasi.

Prinsip-prinsip Learning Organization
Organisasi Pembelajar didasarkan atas beberapa ide dan prinsip yang integral kedalam struktur organisasi. Peter Senge (2006: 21) dalam hal ini menyebutkan bahwa inti dari Organisasi Pembelajar adalah Kelima Disiplin (The Fifth Discipline), kelima disiplin itu adalah:
  1. Keahlian Pribadi (Personal Mastery);
Disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota organisasi kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya.
  1. Model Mental (Mental Models);
Organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
  1. Visi Bersama (Shared Vision);
Oganisasi pembelajaran membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual yang dibutuhkan untuk membangun disiplin berbagi visi. Artinya, untuk menumbuhkan komitmen dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama.
  1. Pembelajaran Tim (Team Learning);
Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
  1. Berpikir Sistem (System Thinking);
Disiplin berpikir sistemik, yaitu keterampilan untuk memahami stuktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin belajar sistemik.
Sementara itu Michael J. Marquardt (2003: 12) menambahkan satu disiplin lagi yaitu dialog (dialogue). Hampir sama dengan Marquardt, Douglas Guthrie menambahkan dan menyempurnakan apa yang sudah di sampaikan oleh Peter Senge, penambahan dan penyempurnaan itu adalah :
  1. Pembelajaran Tim dan Pembelajaran Umum (Public and Team Learning)
  2. Bertindak dengan penuh makna dan kemungkinan (Acting in High Level of Ambiguity)
  3. Dialog secara umum (Dialogue Generatively)
  4. Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing the Organization as an Integrated Whole)
 Berdasarkan ketiga pendapat di atas, dapat diuraikan sebagai berikut : Pertama, Penguasaan pribadi (Personal Mastery)adalah suatu budaya dan norma lembaga yang terdapat dalam organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan pribadi merupakan suatu disiplin yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara obyektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan hasil yang paling kita inginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya mengembangkan diri mereka sendiri kearah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih. Tjakraatmadja (2006: 153) menegaskan bahwa personal mastery adalah disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang master di bidang ilmuanya. Disiplin ini terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual dari para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kekurangan kompetensi intelektual, emosional maupun social dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya.
Kedua, Model/pola Mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang mendasar dari Organisasi Pembelajar, karena dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan merefleksikan struktur dan arahan (perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar selain organisasinya. Senge (2006) menyebutkan bahwa model mental adalah suatu aktivitas perenungan, terus menerus mengklarifikasikan, dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita.  Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Tjakratmadja (2006: 154) menambahkan bahwa keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision) adalah suatu gambaran umum dari organisasi dan tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi bersama organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan membuat gambaran-gambaran bersama tentang masa depan yang coba diciptakan, dan prinsip-prinsip serta praktek-praktek penuntun yang melaluinya kita harapkan untuk bisa mencapai masa depan. Bagi Tjakraatmadja (2006: 154), Shared Vision adalah visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumuhkan motivasi kepada karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Tanpa ada visi bersama, proses pembelajaran organisasional hanya akan terjadi pada saat organisasi mengalami krisis. Setelah krisis selesai mereka akan kembali berhenti dan kembali kepada kebiasaan-kebiasaan lamanya.
Keempat, Belajar Tim dan Belajar Umum (Public and Team Learning). adalah suatu keahlian percakapan dan keahlian berpikir kolektif, sehingga kelompok-kelompok manusia secara dapat diandalkan bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besar dari pada jumlah bakat para anggotanya. Public learning sendiri mengarah pada prinsip-prinsip melalui individu-individu yang didorong untuk belajar secara terbuka dan menggali apa yang tidak mereka ketahui sekarang. Menurut Tjakraatmadja (2006: 155), disiplin pembelajaran tim (team learning) akan efektif jika anggota organisasi tersebut memiliki rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama.
Kelima, Pemikiran Sistem (Systems Thinking) adalah suatu kerangka kerja konseptual. Yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip- prinsip Organisasi Pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin Organisasi Pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin- displin itu kedalam tindakan (kegiatan) organsasi yang lebih luas. Disiplin ini membantu kita melihat bagaimana kita mengubah sistem-sistem secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan proses-proses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi. Berpikir sistem ini pengertiannya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Guthrie tentang Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing organization as integrated whole). Bagi Tjakraatmadja (2006: 155), keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksisitensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin belajar sistemik (Systems Thinking).
Keenam, Bertindak dengan penuh makna (Acting in High Level of Ambiguity) berarti bahwa dalam Organisasi Pembelajar, setiap individu didorong untuk dapat memanfaatkan seluruh kemampuan dan kecerdasannya untuk menyikapi tantangan yang seringkali rumit dan penuh kemungkinan (ambiguitas). Individu yang mampu menerapkan prinsip ini mampu beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya yang baru sekalipun. Modal utama untuk dapat menerapkan prinsip ini adalah memanfaatkan pengetahuan dan seluruh potensinya tersebut.
Jika pada masa manajemen berdasarkan ilmu pengetahuan dan keuangan, akan menghasilkan budaya ketelitian dalam organisasi, maka saat manajemen didasarkan pada perancangan dan pembelajaran, harus melahirkan budaya yang menyenangkan dalam berbagai bidang kemungkinan. Komitmen dari suatu lembaga dan budaya terhadap prinsip ini merupakan bagian penting dari Organisasi Pembelajar, karena ini adalah kesatuan untuk menerima fakta bahwa masa mendatang dan struktur organisasi itu sendiri adalah tetap akan terus berubah.  Pihak manajemen dan para pegawai harus merasa senang untuk bertindak dalam berbagai kemungkinan yang sulit.
Ketujuh, Dialog (Dialogue Generatively) adalah suatu bagian yang fundamental dari Organisasi Pembelajar. Dalam arti yang sederhana, dialog adalah komunikasi. Ini adalah gabungan dari berbagai interaksi dalam organisasi. Melalui dialog, setiap individu dengan interaktif menggali dan menyelesaikan satu atau seluruh aspek tindakan yang ada dalam organisasi, bagaimana mereka menerima sistem dan struktur dari organisasi, apa visi organisasi mereka. Dialog merupakan bagian yang penting dari Public Learning. Hanya dengan dialog, individu dapat menggali dengan interaktif berbagai isu yang ada dalam organisasi. Poin penting dari dialog adalah tidak hanya untuk memahami apa yang terjadi dalam organisasi, bagaimana individu mendapatkan pengalaman struktur dan proses dalam organisasi, tapi juga untuk mengarahkan model-model baru, keterbukaan baru, dan tujuan baru untuk mendapatkan tindakan yang lebih efektif dan pemahaman dan keyakinan yang mendalam.
Kedelapan, Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing the Organization as an Integrated Whole). Inilah gambaran organisasi sebagai suatu gabungan dari individu-individu yang ada dalam organisasi. Pertama, organisasi harus dilihat sebagai satu kesatuan dari seluruh komponen yang ada dalam organisasi. Melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis adalah sesuatu yang penting untuk memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi bergerak. Tindakan para manager akan berdampak pada budaya organisasi, begitu juga tindakan dari beberapa departemen atau bidang dalam organisasi, akan berdampak pada keseluruhan sistem yang ada pada organisasi. Oleh karena itu, melihat organisasi sebagai satu keseluruhan yang tak terpisahkan merupakan langkah penting untuk memahami organisasi.  Kedua, organisasi harus dilihat sebagai sebuah sistem sosial dunia yang dibangun, di mana proses dan keluaran merupakan hasil dari faktor jaring sosial yang semuanya bergabung dalam jalan yang membingungkan dan ambigu. Jika sebuah organisasi ingin mengetahui usaha yang dapat berpengaruh terhadap keluaran, maka perlu adanya pendekatan yang beragam (multivariative approach) untuk masalah yang dihadapi dan menerima fakta dari beberapa variabel (komponen) yang berpengaruh walaupun mungkin tidak diperhitungkan sama sekali.

Karakteristik Learning Organization
Sebuah organisasi dikatakan telah melaksanakan konsep learning organization apabila organisasi tersebut memenuhi di antara kriteria-kriteria sebagai berikut:
  1. Ada visi bersama yang semua orang menyetujuinya.
  2. Membuang cara lama berpikir mereka dan rutinitas standar yang mereka gunakan untuk memecahkan masalah atau mengerjakan pekerjaan mereka.
  3. Anggota memikirkan semua proses organisasi, kegiatan, fungsi, dan interaksi dengan lingkungan sebagai bagian dari system antar hubungan.
  4. Orang-orang secara terbuka berkomunikasi satu sama lain (melintasi batas batas vertical dan horizontal) tanpa takut dikritik dan hukuman.
  5. Tidak memikirkan kepentingan diri sendiri dan terfragmentasi kepentingan departemen untuk bekerjasama mencapai visi organisasi berama. Elemen dalam learning organization.
(ml.scribd.com/doc/89178442/2b-Learning-Organization-Lo-Ol-2)
Neffe (2001: 22) menyimpulkan beberapa elemen yang harus ada dalam learning organizational, yaitu:
  1. The learning process; Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir semua definisi.
  2. Knowledge acquisition or generation; Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui trial and error.  Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation.
  3. Individual learning; Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris & Schon dan Pawlowsky.
  4. Teams learning; Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi.
  5. Organizational knowledge; Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinyaorganizational actions.
Lima elemen di atas sangat menentukan organisasi mencapai level organisasi pembelajar. The learning process adalah sebuah keniscayaan sikap, sifat, aktivitas yang harus dimiliki oleh setiap anggota organisasi. Ia merupakan kesadaran individu untuk selalu ingin belajar dan meningkatkan kompetensinya untuk kemajuan organisasi. Knowledge acquisition or generation,adalah kemauan untuk selalu menciptakan pengetahuan dalam dirinya oleh setiap individu atau anggota organisasi. Individual learning adalah kemampuan melakukan perubahan dirinya dalam dimensi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Danorganizational knowledge adalah pengetahuan organisasi yang dibangun oleh pengetahuan individu dari hasil belajar individu.

Tahapan Membangun Learning Organization
Cara mencapai prinsip organisasi belajar yaitu: Tahap pertama adalah dengan menciptakan sistem komunikasi untuk memfasilitasi pertukaran informasi yang mana menjadi dasar organisasi pembelajaran dibangun (Gephart, 2006 : 40). Penggunaan teknologi akan terus mengubah tempat kerja dengan memungkinkan informasi mengalir bebas, dan menyediakan akses universal terhadap bisnis dan informasi strategis" (Gephart, 2006 : 41-44). Hal ini juga penting dalam menjelaskan konsep yang lebih kompleks ke dalam bahasa yang lebih tepat yang dapat dipahami di seluruh departemen (Kaplan, 2006 : 24).
Tahap dua adalah mengatur kuesioner kesiapan yang berisi tujuh dimensi berikut; memberikan pembelajaran yang berkelanjutan, menyediakan kepemimpinan strategis, mempromosikan penyelidikan dan dialog, mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim, menciptakan struktur yang tertanam untuk menangkap dan berbagi pembelajaran, pemberdayaan masyarakat menuju visi bersama, dan membuat koneksi sistem". Kuesioner diberikan kepada seluruh karyawan atau sampel dari mereka, dan digunakan untuk mengembangkan profil penilaian untuk merancang inisiatif organisasi belajar.
Tahap Tiga adalah berkomitmen untuk mengembangkan, memelihara, dan memfasilitasi suasana yang garners belajar. Tahap Empat adalah menciptakan sebuah visi organisasi dan menulis pernyataan misi dengan bantuan dari seluruh karyawan.
Tahap Lima adalah dengan menggunakan program pelatihan dan kesadaran untuk mengembangkan keterampilan dan sikap pemahaman yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari pernyataan misi, termasuk kemampuan untuk bekerja dengan baik dengan orang lain, menjadi lebih verbal, dan jaringan dengan orang di semua departemen dalam organisasi (Navran, 2003).
Tahap Enam adalah berkomunikasi dalam perubahan budaya perusahaan dengan mengintegrasikan sistem manusia dan teknis". Tahap Tujuh adalah memulai praktek-praktek baru dengan menekankan pembelajaran tim dan kontribusi. Dengan demikian, karyawan akan menjadi lebih tertarik dalam pengaturan diri dan manajemen, dan lebih siap untuk memenuhi tantangan dari tempat kerja yang selalu berubah.
Tahap Delapan adalah memungkinkan karyawan untuk mempertanyakan praktek bisnis utama dan asumsi. Tahap Sembilanadalah mengembangkan harapan yang bisa diterapkan untuk tindakan masa depan (Navran, 2003). Tahap Sepuluh adalah mengingatkan bahwa menjadi organisasi belajar adalah proses yang panjang dan bahwa kemunduran kecil harus dihindarkan. Ini adalah hal yang paling penting karena membawa semua orang bersama-sama untuk bekerja sebagai satu tim besar. Selain itu, ia memiliki keuntungan finansial yang melekat dengan mengubah tempat kerja menjadi tempat yang dikelola dengan baik dan menarik untuk bekerja, suatu tempat yang benar-benar menghargai karyawannya.

Proses Learning Organization
Jann Hidajat Tjakraatmadja (2006) pada suatu seminar, memberikan pandangan mengenai tiga gelombang "pembelajaran" (learning):
  1. Pada gelombang pertama, organisasi dan perusahaan berkonsentrasi pada peningkatan proses kerja (improve work process). Dalam fase ini, munculah konsep "kaizen", TQM, dan konsep-konsep lain yang berbasiskan pada mengatasi hambatan dan batasan.
  2. Selanjutnya, fase kedua memfokuskan pada peningkatan mengenai bagaimana cara bekerja (improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada improvisasi cara berpikir dan pembelajaran mengenai masalah-masalah sistem yang dinamis, kompleks, dan mengandung konflik.
  3. Pada gelombang ketiga, konsep pembelajaran benar-benar tertanam dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para pimpinan dan juga pekerja.
Menurut para ahli yang lain, learning organization dapat tercipta bila telah terjadi suatu perubahan di dalam maupun diluar organisasi tersebut. Dari perubahan yang terjadi maka organisasi akan melakukan suatu proses adaptasi. Ada dua proses yang berbeda yang dapat diambil suatu organisasi sebagai akibat dari perubahan organisasi yang terjadi.
  1. Adaptive learning, yaitu perubahan yang telah dibuat sebagai reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan
  2. Proactive learning, yaitu perubahan organisasi yang telah dibuat pada dasar yang lebih susah berubah. Ini adalah pembelajaran sederhana yang melampaui reaksi terhadap perubahan lingkungan.
(ml.scribd.com/doc/89178442/2b-Learning-Organization-Lo-Ol-2).
Untuk menjadi Learning Organization tentu membutuhkan proses untuk mencapainya. Ada beberapa tipe learning yang dapat digunakan oleh setiap organisasi, yaitu:
  1. Level 1. Learning facts, knowledge, processes and procedures. Applies to known situations where changes are minor.
  2. Level 2. Learning new job skills that are transferable to other situations. Applies to new situations where existing responses need to be changed. Bringing in outside expertise is a useful tool here.
  3. Level 3 - Learning to adapt. Applies to more dynamic situations where the solutions need developing. Experimentation, and deriving lessons from success and failure is the mode of learning here.
  4. Level 4 - Learning to learn. Is about innovation and creativity; designing the future rather than merely adapting to it. This is where assumptions are challenged and knowledge is reframed.
(http://www.skyrme.com/insights/3lrnorg.htm).
Dengan demikian proses organisasi menjadi organisasi pembelajar adalah harus menempuh langkah-langkah: Pertama, Belajar fakta, pengetahuan, proses dan prosedur. Berlaku untuk situasi yang dikenal di mana perubahan yang kecil. Kedua, Belajar keterampilan pekerjaan baru yang dialihkan ke situasi lain. Berlaku untuk situasi baru di mana tanggapan yang ada perlu diubah. Membawa dalam keahlian luar adalah alat yang berguna di sini. Ketiga, Belajar untuk beradaptasi. Berlaku untuk situasi yang lebih dinamis di mana solusi perlu berkembang. Eksperimen, dan pelajaran yang berasal dari keberhasilan dan kegagalan adalah cara belajar di sini. Keempat, Belajar untuk belajar. Adalah tentang inovasi dan kreativitas, merancang masa depan bukan hanya beradaptasi dengan itu. Di sinilah asumsi ditantang dan pengetahuan yang dibingkai kembali. (http://www.skyrme.com/insights/3lrnorg.htm). Keempat level ini dapat dilakukan pada tingkat individu, organisasi (sekolah/madrasah) bahkan perusahaan besar sekalipun.

Indikator Efektivitas Implementasi Learning Organization di Madrasah
Organisasi pembelajaran didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaiki kinerja secara berkelanjutan dan siklikal, karena anggota-anggotanya memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu belajar dan berbagi pengetahuan pada tingkat superfisial dan subtansial. Organisasi pembelajaran adalah kata kiasan yang menggambarkan suatu organisasi sebagai sebuah sistem yang terintregasi dan senantiasa selalu berubah, karena individu-individu anggota organisasi tersebut mengalami proses belajar, yang dilandasi oleh budaya kerjanya. Proses belajar individual terjadi jika anggota organisasi mengalami proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru (know why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman untuk merealisasikan konsep tersebut (know how)sehingga terjadi perubahan atau perbaikan nilai tambah organisasi (Tjakraatmadja, 2006:123). Learning organization dalam pendidikan adalah suatu lembaga pendidikan (madrasah/sekolah) yang menyadari pentingnya pelatihan dan pengembangan yang terkait dengan kinerja berkelanjutan dan mau mengambil tindakan yang tepat (Mondy, 2008: 211).
West dan Burnes (dalam Haryanti, 2006:16) memberikan penjelasan yang baik mengenai perbedaan antara pembelajaran organisasi (organizational learning) dan organisasi pembelajaran (learning organization). Pembelajaran organisasi merupakan konsep  yang digunakan untuk  menggambarkan tipe-tipe aktivitas yang  terdapat  dalam  organisasi  pada  waktu  pembelajaran  organisasi mengacu pada keadaan didalam maupun diluar organisasi tersebut. Sedangkan organisasi pembelajaran adalah kemampuan organisasi dalam menciptakan, mengakuisisi, dan mentransfer pengetahuan serta perilaku-perilakunya dalam menyongsong pengetahuan dan wawasan baru.
Parmono 2001 (dalam Haryanti, 2006:16) menyatakan bahwa upaya menjadi sebuah organisasi pembelajaran bukanlah hal yang mustahil. Upaya pembentukan organisasi pembelajaran ini harus memperhatikan faktor-faktor budaya, strategi, struktur dan lingkungan organisasi yang bersangkutan. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada delapan karakteristik yang mencerminkan organisasi berhasil menjadi organisasi pembelajaran, yaitu:
  1. Adanya peluang untuk belajar bagi seluruh komponen yang ada dalam organisasi, bukan hanya secara formal tetapi juga terwujud dalam aktivitas sehari-hari.
  2. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin, merangsang, dan memungkinkan seluruh komponen yang ada dalam organisasi untuk belajar, menanyakan praktek manajemen yang ada selama ini, bereksperimen, dan berkontribusi dengan ide-ide baru yang lebih segar.
  3. Adanya insentif bagi para manajer yang selalu menggunakan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan.
  4. Adanya prinsip penerimaan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran.
  5. Adanya kesempatan dan hak yang sama bagi seluruh karyawan tanpa terkecuali untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
  6. Adanya keterbukaan sistem manajemen data dan akuntansi yang bisa diakses oleh para pengguna yang lebih luas namun berkompeten.
  7. Semakin kaburnya batas-batas yang ada antar karyawan dan antar departemen sehingga memungkinkan terciptanya keterbukaan komunikasi dan hubungan pemasok-pelanggan (supplier-customer relationship) dalam setiap tahapan proses manajemen.
  8. Adanya pemahaman bahwa keputusan pimpinan bukanlah solusi yang lengkap tetapi lebih sebagai eksperimen yang masuk akal (rational experiment).
            Dalam konteks implementasi Learning Organization (LO) di madrasah, karakteristik-karakteristik tersebut dapat menjadi indikator untuk mengetahui efektif atau tidaknya penerapan LO di madrasah. Selanjutnya bila dilihat dari disiplin LO sebagaimana yang dikemukan Senge (dalam Tjakraatmaja, 2006: 153), maka ada lima indikator yang menunjukkan bahwa organisasi (termasuk madrasah) telah melaksanakan LO dengan baik ataukah tidak. Indikator-Indikator Learning Organization, yaitu: munculnya disiplin mastery learning, berbagi visi (visi bersama), model mental, pembelajaran tim, dan berpikir sistemik. 
Disiplin Personal Mastery adalah disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu- individu  para  anggota  organisasi  mau  dan  mampu  terus  belajar  menjadikan dirinya seorang master di bidang  ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan  oleh  tumbuhnya  keterampilan-keterampilan  individual  para  anggota organisasi  kontemplasi  (refleksi)  diri;   keterampilan  untuk  memahami  akan kelebihan  dan  kelemahan  kompetensi  intelektual,   emosional  maupun  sosial dirinya;serta keterampilan  untuk  melakukan  revisi  atas  visi  pribadinya,  dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja           yang  sesuai dengan keadaan organisasinya.
Disiplin Berbagi Visi berarti bahwa oganisasi pembelajaran memiliki visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus  pemicu  semangat   dan  komitmen  untuk  selalu  bersama,  sehingga menumbuhkan motivasi kepada para  karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan  kompetensinya.  Keterampilan untuk  menyesuaikan  antara  visi pribadi dengan  visi organisasi,  serta keterampilan  berbagi  visi  agar  mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual  yang  dibutuhkan  untuk  membangun  disiplin  berbagi visi.  Artinya, untuk menumbuhkan komitmen dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama.
Disiplin Mental Model, berarti bahwa organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
Disiplin  pembelajaran  tim  akan  efektif  jika  para  anggota  kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
Adapun Disiplin Berpikir Sistemik, menurut Peter Senge (1990), yaitu keterampilan untuk memahami stuktur hubungan antara berbagai faktor internal   maupun   eksternal   yang   mempengaruhi   eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, keterampilan untuk berpikir  komprehensif,  serta  keterampilan  untuk  membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk  membangun disiplin belajar sistemik